Lupa aku sudah berapa tahun memelihara Sari, kucingku yang kembang telon. Selama ini dia tidak merepotkan cuma kadang-kadang menjengkelkan saja. Kalau sedang tidak benar kelakuannya dia suka mengganggu dapur ibuku atau memancing kemarahan bapakku dengan rengekan manjanya. Tapi dia sangat setia dengan keluarga kami, bahkan mengeluh pun tak pernah ia lakukan. Aku senang campur terharu. Dari Sari kecil sampai menginjak dewasa sekarang aku merawatnya dengan senang, ya ada lah kadang-kadang membentaknya kalau dia mengganggu dapur tetangga.
Sari kucing yang unik karena aku melihatnya dari sudutpandang keunikan pula. Kalau dia tidak unik maka aku akan mati-matian mencari keunikannya. Dia tumbuh dewasa di keluarga yang aku sebagai pengabdosinya cukup memperhatikan tumbuh kembangnya. Sari punya keunikan yang kali ini aku rasa benar meski pun Bapakku suka mengatakan aku mengada-ada. Sari suka marah kalau diperlakukan tidak adil, misalkan kami sekeluarga makan ayam lalu dia makan dengan ikan asin maka rasa-rasanya dia akan menatapku dengan tatapan penuh kemarahan. Atau misalkan pernah seorang saudara menceritakan kucingnya yang hebat, gaul dan keren kepadaku, Sari terus menerus melirikku tidak suka. Iya, Sari marah aku tidak adil tidak menceritakan keistimewaannya yang memang nihil. -_-
Sari yang kalem dan kurang suka keluar rumah kemarin mengagetkan seisi rumah kami dan beberapa rumah tetangga. Sari pulang membawa dua ekor anak setelah beberapa hari kepergian tanpa pamitnya. Aku dan Bapak terus meliriknya penuh selidik ketika Sari dengan santai meneteki kedua anaknya.
"Iki duk anake Sari Pak, wong ora meteng kok,"
"Ora meteng mosok iso menyusui? Meteng lah." >> (mari ubah dalam bahasa yang benar dan baku) =
"Ini bukan anaknya Sari Pak, orang tidak hamil kok,"
"Tidak hamil masak bisa menyusui? Ya hamil lah."
Sari masih kalem menyusui anaknya dengan penuh penghayatan. Aku benar-benar masih tidak percaya akan kehamilan Sari yang sungguh tidak kelihatan. Kalau manusia si bisa menyembunyikan kehamilan dengan berbagai cara. Sari tidak menyembunyikannya pun bahkan tidak kelihatan. Dengan sedikit lebay aku bersedih campur senang. Rasanya aku tidak pernah melihat Sari bersama kucing laki-laki. Ternyata selama aku tinggal kuliah di Jogja ia suka menggelapkan laki-laki. Ah, bagaimana pun itu terjadi yang terpenting sekarang Sari sudah beranak dua, kembar!!
Maka aku pun sibuk mencarikan nama untuk kedua anak Sari yang entah siapa bapaknya itu. Kebetulan kemarin itu tanggal 17 Agustus maka beberapa ide muncul di kepala. Tujuhi dan Belas atau Agus dan Tus tapi kata Bapak aneh kedengarannya. Beberapa teman yang aku kasih kabar pun ikut memberi ide nama, yang paling menarik menurutku adalah Merah dan Putih. Aku suka, ingin segera mengesahkan nama.
"Pak, Merah sama Putih saja namanya,"
"Mereka kan warnanya kuning?"
"Halah, kucing kan belum mengenal konsensus warna Pak,"
Sementara kami sibuk mencari nama untuk anaknya, Sari sibuk mengamati pembicaraan kami. Sebentar-sebentar menoleh kearahku kemudian ke Bapak, begitu terus.
"Ujarmu Sari ra seneng nek koe ora adil," >> (oke,terkadang percakapan dalam bahasa Jawa menjadi aneh kalau dibahasakan Indonesia tapi mari dicoba lagi) =
"Katamu Sari tidak suka kalau kamu tidak adil,"
"Apa hubungannya Pak?"
"Memberi mereka nama Merah dan Putih padahal warna mereka kuning menurutmu adil? Adil itu dari hal sederhana sampai tidak sederhana nilainya sama."
"Bapak, peliss deh... " (bahasa Jawanya: Bapaaaaaak hsjgjhgdjhsjhsdh)
Aku melirik ke arah Sari yang kebetulan sedang melirikku pula. Matanya menyetujui perkataan Bapak. Dan aku pun gagal memberi nama anaknya Merah dan Putih. Kemudian Bapak pun pergi begitu saja tanpa memberikan saran untuk dua anak laki-laki Sari yang bermalas-malas ria disinggasana mereka.
"Sari, mau diberi nama siapa anakmu itu?"
"Meooonggg ..."
Sari kucing yang unik karena aku melihatnya dari sudutpandang keunikan pula. Kalau dia tidak unik maka aku akan mati-matian mencari keunikannya. Dia tumbuh dewasa di keluarga yang aku sebagai pengabdosinya cukup memperhatikan tumbuh kembangnya. Sari punya keunikan yang kali ini aku rasa benar meski pun Bapakku suka mengatakan aku mengada-ada. Sari suka marah kalau diperlakukan tidak adil, misalkan kami sekeluarga makan ayam lalu dia makan dengan ikan asin maka rasa-rasanya dia akan menatapku dengan tatapan penuh kemarahan. Atau misalkan pernah seorang saudara menceritakan kucingnya yang hebat, gaul dan keren kepadaku, Sari terus menerus melirikku tidak suka. Iya, Sari marah aku tidak adil tidak menceritakan keistimewaannya yang memang nihil. -_-
Sari yang kalem dan kurang suka keluar rumah kemarin mengagetkan seisi rumah kami dan beberapa rumah tetangga. Sari pulang membawa dua ekor anak setelah beberapa hari kepergian tanpa pamitnya. Aku dan Bapak terus meliriknya penuh selidik ketika Sari dengan santai meneteki kedua anaknya.
"Iki duk anake Sari Pak, wong ora meteng kok,"
"Ora meteng mosok iso menyusui? Meteng lah." >> (mari ubah dalam bahasa yang benar dan baku) =
"Ini bukan anaknya Sari Pak, orang tidak hamil kok,"
"Tidak hamil masak bisa menyusui? Ya hamil lah."
Sari masih kalem menyusui anaknya dengan penuh penghayatan. Aku benar-benar masih tidak percaya akan kehamilan Sari yang sungguh tidak kelihatan. Kalau manusia si bisa menyembunyikan kehamilan dengan berbagai cara. Sari tidak menyembunyikannya pun bahkan tidak kelihatan. Dengan sedikit lebay aku bersedih campur senang. Rasanya aku tidak pernah melihat Sari bersama kucing laki-laki. Ternyata selama aku tinggal kuliah di Jogja ia suka menggelapkan laki-laki. Ah, bagaimana pun itu terjadi yang terpenting sekarang Sari sudah beranak dua, kembar!!
Maka aku pun sibuk mencarikan nama untuk kedua anak Sari yang entah siapa bapaknya itu. Kebetulan kemarin itu tanggal 17 Agustus maka beberapa ide muncul di kepala. Tujuhi dan Belas atau Agus dan Tus tapi kata Bapak aneh kedengarannya. Beberapa teman yang aku kasih kabar pun ikut memberi ide nama, yang paling menarik menurutku adalah Merah dan Putih. Aku suka, ingin segera mengesahkan nama.
"Pak, Merah sama Putih saja namanya,"
"Mereka kan warnanya kuning?"
"Halah, kucing kan belum mengenal konsensus warna Pak,"
Sementara kami sibuk mencari nama untuk anaknya, Sari sibuk mengamati pembicaraan kami. Sebentar-sebentar menoleh kearahku kemudian ke Bapak, begitu terus.
"Ujarmu Sari ra seneng nek koe ora adil," >> (oke,terkadang percakapan dalam bahasa Jawa menjadi aneh kalau dibahasakan Indonesia tapi mari dicoba lagi) =
"Katamu Sari tidak suka kalau kamu tidak adil,"
"Apa hubungannya Pak?"
"Memberi mereka nama Merah dan Putih padahal warna mereka kuning menurutmu adil? Adil itu dari hal sederhana sampai tidak sederhana nilainya sama."
"Bapak, peliss deh... " (bahasa Jawanya: Bapaaaaaak hsjgjhgdjhsjhsdh)
Aku melirik ke arah Sari yang kebetulan sedang melirikku pula. Matanya menyetujui perkataan Bapak. Dan aku pun gagal memberi nama anaknya Merah dan Putih. Kemudian Bapak pun pergi begitu saja tanpa memberikan saran untuk dua anak laki-laki Sari yang bermalas-malas ria disinggasana mereka.
"Sari, mau diberi nama siapa anakmu itu?"
"Meooonggg ..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar