Bacaaa yuuukkk ....

Belajar ,, dari yang biasa .. biasa saajjjaaaa ,, sampe jadi luarr biasaa ..

Kamis, 18 April 2013

Surat

Kepada sahabatku, Tri Nurani 

Ran, berapa umurmu tahun ini? 22 tahun kah? 23 tahun kah? Haha, begitu cepatnya waktu merambat menelan usia-usia kita begitu saja. Tidak ada yang tidak menjadi usang bukan? Kecuali lahir terus menerus. Sedang apa kau di sana? Lelah pada hari-hari kah? Atau terlalu sibuk bahagia? Ah, apapun itu Ran.

Hari ini tiba-tiba aku diserang rindu padamu. Pada masa-masa putih biru yang menyekat kita pada dunia ambigu yang lucu. Hah, aku rindu bersepeda jauh-jauh, atau, melihat nilai-nilaimu yang selalu sepuluh. Iri betul aku padamu Ran. Rambut keritingmu itu, melindungi otak yang selalu saja membuat aku ingin sepertimu. Waktu itu, ketika nilai-nilai sekolah adalah kebanggaan bocah-bocah lugu seperti aku dan kamu.

Aku rindu pada waktu-waktu itu. Ketika kita menjadi kanak-kanak tanpa banyak logika. Tidak ada lelah atau menyerah. Semua adalah petualangan tanpa banyak gugatan penuntutan. Semua adalah kemasan tawa tanpa tanda kadaluarsa. Dulu, bukankah begitu Ran? Meski aku tahu, matamu selalu menyimpan entah apa itu. Yang sering membuatku merasa kau tengah tak di sana, bersama tawa yang kadang kurasa kau mati rasa.


Hari-hari itu Ran, hari-hari di mana kita menuju dewasa dengan tergesa. Seolah kedewasaan adalah surga dan kanak-kanak itu memalukan. Aku menyesal. Aku rindu sekali Ran. Pada kantin sekolah, pada bangku-bangku kelas, pada remidi ulangan fisika, pada guru Sejarah yang galak, pada mushola di sekolahan, pada sahabat-sahabat kita, Diaz, Nila dan Fani. Semua nampak mengejarku, seperti menarik ribuan helai takdirku untuk kembali ke sana. Entah menemui apa ..


Waktu ternyata memang sangat mengerikan. Ia merenggut tawa bocah kita dan mengubahnya menjadi kedewasaan yang memuakkan. Pada Nila dan Diaz. Tiba-tiba kita menjadi begitu berubah. Seolah-olah modernitas membuat kita menjadi begitu najis pada kebersamaan. Ran, aku telah terlalu muak tapi aku kelu pada rindu ..


Tentang kematian Ran ..

Aku tahu kau lebih bersahabat dengannya ketimbang aku. Waktu itu, ketika tubuhmu bergetar saat perempuan yang mengandungmu 9 bulan berbalut kain kafan, aku hanya mampu bisu. Di sana, puluhan pelayat berbela sungkawa dan mengelus kepalamu. Kau masih tidak menangis. ran, begitu kuatkah hatimu? Atau begitu hebat kah kau bersembunyi?

Kematian, lagi, ketika ia menyapa Fani dan membawanya. Itu pertama kalinya aku mengenal luka Ran, sementara kau jauh lebihh dulu kenal. Diusia semuda itu, aku tak mengerti kenapa kematian menjadi begitu aku takutkan. Lalu kini aku mengerti, bagaimana baik Tuhan tak mengenalkan pada Fani dunia yang merenggut kita sekarang. Begitu baik tuhan hingga Fani tak perlu hanya demi anu atau atas nama anu harus begini dan begitu. seperti yang kita jalani sekarang, bukan begitu kah Ran???

Selamat sore Rani, sahabatku, ini surat pertamaku yang entah sampai atau tidak padamu .. 
Di sini gerimis Ran, sementara hatiku telah lebih dulu banjir .. :)))





Senin, 08 April 2013

PINTU




Telah kutitipkan padamu
Lewat dinding kamar yang dingin juga sepi
Gumpalan-gumpalan cerita
Dan garis-garis temaram

Hari ini,
Ribuan hektar pelangi hampir jatuh di kamarku
Lewat matamu,
Disekat jeda semua mendadak bisu

Ah,
Di pintu kamarku kau mengetuk-ngetuk namanya.


Sayang, kau tahu telah lama bulan purnama tak jatuh di halaman rumahku
Atau padang ilalang yang menjelma gurun pasir di belakang rumahku
Semua terasa begitu asing 


Di sini, hujan tak ada di bulan Juni atau Juli
Tapi entah, dibalik pintu kamarku .. 
Mungkin nanti bisa kau dengar rapat tetesnya,
atau kau raba basahnya ..

Mungkin, nanti ..