Kamu memang pemarah, kita sudah sangat sering membicarakannya. Kalau kita sedang baik, maksudku kita sedang kondisi tidak bertengkar kamu tentu akan membuatnya menjadi bahan tertawa. Tentu berbeda kalau kita sedang bertengkar, kamu akan semakin marah jika aku mengatakannya. Kamu itu pemarah, kadang aku merasa itu sudah sangat berlebihan.
Kamu marah seringkali bukan karena sikap atau kesalahanku. Tapi ketika kamu marah pada suatu hal maka secara otomatis kamu akan marah-marah, juga kepadaku. Aku pernah marah pada sahabatku, aku pernah marah karena tak lulus toefl, aku pernah marah karena banyak hal lain tapi aku akan marah padamu kalau kamu membuat aku tak nyaman atau kamu melakukan hal yang membuat aku marah. Bukan karena hal lain, berbeda bukan?
Maaf, aku justru membandingkan perbedaan kemarahan kita. Padahal bukan itu yang ingin ku tuliskan sebenarnya.
Kamu marah lagi hari ini padaku, juga karena sebab alasan yang sebenarnya bukan berhubungan langsung denganku. Sebenarnya aku sedih. Jika kamu sedang marah-marah lalu aku mencoba mendinginkan perasaanmu bukan karena aku ingin terlihat "sok baik" atau pencitraan apapun. Bukan, aku hanya ingin menjadi orang yang mendengarkan dan membuat kamu tak melulu diliputi kemarahan. Tapi kamu terlanjur pemarah tanpa mau perduli pada hal lain lagi.
Kamu itu pemarah, sangat pemarah. Sampai kadang-kadang aku merasa lelah, bukan padamu tapi pada kemarahanmu. Dunia ini penuh kekecewaan sedang kamu seolah tak mau bersikap terbuka pada kekecewaan. Aku sedang tidak menggurui, sungguh, ini hanya sebuah perhatian yang kadang aku bingung harus bagaimana menyampaikannya padamu.
Kamu itu pemarah, sangat pemarah. Aku mau mendengarkanmu, tapi kalau kamu bersikap tak mau ku dengarkan, haruskah kusumpal telingaku? Maka berikanlah sebuah sumpalan padaku agar aku tak mendengar apapun lagi, juga kemarahanmu.