Bacaaa yuuukkk ....

Belajar ,, dari yang biasa .. biasa saajjjaaaa ,, sampe jadi luarr biasaa ..

Rabu, 11 Juli 2012

Tua

    Namaku Tua. Dulu aku tak bernama begitu, setidaknya pernah bukan itu. Kalau sekarang menjadi begitu ya bukan masalah untukku, aku menerimanya saja dengan biasa, sangat biasa. Semua orang memanggilku begitu, aku sudah terbiasa dan tidak ingin mengubah apa-apa. Sekali lagi, namaku Tua dan aku sudah terbiasa. Bukan masalah.
      Namaku Tua, sekali lagi. Aku suka berada di sini, di tempat ini, ditengah-tengah kebisingan kota yang menua, aku betah. Aku menyaksikan banyak hal, yang mungkin tidak atau belum sempat kamu lihat. Aku melihat kayu-kayu berubah menjadi tembok-tembok kukuh, aku melihat kuda-kuda berubah menjadi baja-baja yang aneh, aku melihat yang tak sempat kamu lihat dan aku melihat kamu, melihat kamu tumbuh dan menjadi begitu menawan sekarang. Aku melihatnya, yang tak sempat kamu lihat.

      Aku suka tempat ini, pernah sangat suka. Tempat, waktu dan kenangan adalah satu saling keterikatan yang membentuk masa lalu. Begitu aku pada tempat ini, sudah satu, tak bisa dan tak mau lepas. Semua aku dapat lihat di sini, aku mengenal dari yang pernah kamu sebut dengan bahagia, menderita, suka, anugerah, keajaiban, dendam dan apa pun kata dalam hidup yang kamu kenal, aku pun mengenalnya di sini. Aku tak pernah merasa kurang, meski pun sekarang banyak yang telah berubah.
       Aku sedih, tapi ya biasa saja karena memang begitu kemampuanku. Dengar, setidaknya kamu bisa melawan kalau terluka sedang aku tidak. Makanya aku terbiasa menjadi biasa saja, aku mengerti apa itu sedih, marah, kesal tapi ya cukup mengerti saja tak pernah bisa lebih. Bersyukurlah setidaknya kamu bisa merasa, tidak hanya mengenal. Aku sering iri padamu, sebatas mengerti bahwa aku iri. Karena aku dibatasi hanya pada pengertian, bukan lagi perasaan, betapa menyedihkannya.
       Kamu tahu, ada seseorang yang pernah sama sepertimu yang pernah mengajakku berbicara di sini. Aku mengerti apa yang dia bicarakan, tapi aku hanya diam saja karena memang begitu aku. Harusnya dia tahu kalau aku hanya sebatas mengerti, tak bisa ikut merasa, tapi dia tidak menyerah, tidak seperti beberapa sepertimu yang lain yang datang sesekali kemudian tak terlihat lagi. Dia berbeda, dia kukuh. Dia, aku tak pernah mengenal namanya. Dia mirip sepertimu, setidaknya pernah hampir sama sepertimu. Dia tak pernah bosan datang ke sini, mendatangiku dan bercerita padaku. 
         "Kita sama," Katanya suatu hari mulai berkisah.
         "Kita telah sama-sama menua tapi tentu kamu lebih tua," dia menghela nafas, mendesah.
      "Kamu tentu membaca zaman? tapi bedanya kamu ditakdirkan hanya bisa diam. Tidak kah begitu beruntungnya kamu? Tak ikut memikul beban ini? Tak ikut merasa bertanggungjawab atas semua kegilaan ini? Kamu terlalu beruntung," Ketika aku iri kepada semua sepertimu, dia malah iri padaku.
        "Kamu harusnya berbicara! Hanya diam sepanjang masa untuk apa? Lihatlah dan rasakan semua sudah melukaimu terlalu lama!" Aku tentu masih diam, karena begitu aku.
        "Ah, sudahlah. Percuma bicara padamu! kamu bisu dan tuli," dan dia pergi, aku melihatnya menjauh dan mengikuti arah jalan yang semakin sempit.

***

        Tapi dia datang lagi, bercerita lagi. Dia tahu aku bisu dan tuli tapi dia tak pernah bosan untuk kembali. Aku suka dia ke sini, suka mendengar dia mengeluh dan marah. Dan aku mulai terbiasa mendengarnya berceloteh ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah dan kesegala arah. Dia mulai terlihat sangat pandai mendongeng, lebih pintar dari yang bisa kamu bayangkan. Dia sempurna.
      "Kamu lelah? Kamu kan mati rasa, sedang aku tidak. Aku benci merasa, aku benci kenal rasa. Setidaknya jika aku tak kenal maka aku tak perlu banyak belajar." Celotehnya suatu hari lain.
         "Tahu kah kamu? Betapa menakutkannya menjadi diriku? Menjadi semacam aku? Aku bisa begitu jahat, menyeramkan, mengerikan atau sebaliknya dengan begitu mudah, dengan begitu saja. Menjadi semacam aku harus bertahan, harus berdiri tegar, harus begini, harus begitu dan harus merasa. Melelahkan bukan? Dan aku sudah sangat tua, meski tak setua kamu. Aku tua dan lelah." kemudian dia pergi.

***

       Dia masih sering datang, selalu sendiri. Aku tak tahu kenapa ia selalu sendiri. Tak kah kamu mengenalnya? Dia selalu berjalan sendiri di tengah-tengah malam, rambutnya memutih, celananya lusuh, dia selalu berjalan tanpa lelah. Mungkin kamu mengenalnya? Kemarin lalu dia bercerita tentang seseorang, aku terpesona lagi.
         "Aku sebenarnya ingin mengenalkan seseorang padamu. Dia perempuan, biasa saja tapi membuatku jatuh cinta." Aku masih setia mendengarkan.
          "Kamu mengerti cinta kan meski tidak merasakannya? Cinta itu yang kamu lihat di mana-mana dengan cerita yang tak pernah sama. Namanya cinta, di sini ini tumbuhnya," Dia menepuk-nepuk dada lemahnya.
        "Aku mencintai perempuan itu, perempuan biasa yang kepadanya aku tak pernah menjadi sebegitu lemah seperti ini. Tapi dia hilang." Aku mulai penasaran.
     "Dia hilang, bukan, aku menghilangkannya. Dulu dia selalu berada di dekatku sampai aku menghilangkannya." Wajahnya sangat sendu, tak pernah sesendu itu.
        "Aku menghilangkannya dengan membuatnya lelah, dengan tak mau mengenalnya, dengan tak mau memahaminya. Dia selalu di dekatku, tapi aku tak pernah sampai menggapainya. Dia hilang, dan tak mau lagi menemukanku." Dia mau menangis, matanya memerah.
         "Namanya cinta, yang bisa menimbulkan rasa sesal yang abadi tak terobati." Kemudian dia pergi, melangkah semakin gontai. Aku khawatir.

***

      Sejak ceritanya yang terakhir itu dia tak pernah kembali ke sini atau mungkin belum. Apa kamu benar tak mengenalnya? kalau kamu kenal tolong sampaikan bahwa aku menunggu lanjutan ceritanya. Dia sama sepertimu, atau pernah hampir sama sepertimu. Dia suka sekali berjalan dengan kepala menunduk atau celingukan tak jelas melihat apa. Mungkin ia sedang mencari, mencari yang hilang dan dia hilangkan.
       Namaku Tua, masih seperti itu saja. Aku melihat banyak hal terjadi, setidaknya jauh lebih banyak dari yang kamu lihat. Aku melihat cinta di mana-mana dengan cerita yang berbeda-beda. Kamu tak melihat? tengoklah kehatimu, mungkin kamu akan menemukan satu atau mungkin telah hilang dan kamu hilangkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar