Selamat malam Ran ..
Pertemuan denganmu selalu membekaskan luka. Aku masih menyimpan hijau matamu,seperti lembah Baliem yang diceritakan sebuah novel yang begitu perawan. Sejak dulu, matamu masih begitu. Ketika tahun-tahun merangkak merubah begitu banyak hal, matamu masih begitu setia .. Ah, Ran .. bagaimana bisa hidup menjadi begitu sederhana di sana, matamu. Seperti sebungkus permen ratusan rupiah yang murah.
Jalan menuju rumahmu telah berubah, setidaknya ban sepeda motorku tak perlu lagi bocor dulu sebelum sampai.. paving-paving dan aspal telah mempermudah semuanya. Lalu kau menuturkan tentang jalan hidupmu. Haha, dan aku tiba-tiba lelah.
- Lebih baik membuang banyak hal, ketimbang terluka oleh banyak hal.-
Aku? Masih kekanakan yang tak bisa membayang bagaimana lekuk hitam dihijau matamu. Itu jauh, aku tak bisa mengenal.
Selamat malam Ran, di sini begitu dingin .. semoga tak petnah sedingin hidup (ku) atau (mu).
Bacaaa yuuukkk ....
Belajar ,, dari yang biasa .. biasa saajjjaaaa ,, sampe jadi luarr biasaa ..
Minggu, 11 Agustus 2013
Kamis, 04 Juli 2013
Surat 6
Kepada Tempat KKN
Dapat sinyal di internet di Mangunan itu bahagia sekali.
Ah, ini resah yang berbeda bentuk lagi .. Teman di sebelah saya berisik sekali, kadang saya ingin muntah ..
Dapat sinyal di internet di Mangunan itu bahagia sekali.
Ah, ini resah yang berbeda bentuk lagi .. Teman di sebelah saya berisik sekali, kadang saya ingin muntah ..
Jumat, 14 Juni 2013
Surat 5
Kepada Tuhanku
Selamat dini hari Tuhan. Mungkin Engkau segera merasa lelah karena aku datang lagi, ah Kau tak mengenal lelah bukan? Hari ini rasanya aku ingin banyak bercerita pada Mu. Kau tahu bukan? Aku pandai sekali mengeluh, seperti kebanyakan Umat Mu. Ah, lucu sekali karena Engkau seringkali begitu lucu pada hidupku.
Tuhan, aku tahu. Ini bukan kesalahan Mu. Bukan, ini tentang hidup dan pilihan. Ah, Kau tahu bukan? Cepat atau lambat kegelisahan ini akan segera sampai pada tempatnya. Kebimbangan.
Jangan buat aku berpikir hidup ini tidak berpihak padaku Tuhan, aku mohon .. untuk satu hal itu saja :)
Selamat dini hari Tuhan. Mungkin Engkau segera merasa lelah karena aku datang lagi, ah Kau tak mengenal lelah bukan? Hari ini rasanya aku ingin banyak bercerita pada Mu. Kau tahu bukan? Aku pandai sekali mengeluh, seperti kebanyakan Umat Mu. Ah, lucu sekali karena Engkau seringkali begitu lucu pada hidupku.
Tuhan, aku tahu. Ini bukan kesalahan Mu. Bukan, ini tentang hidup dan pilihan. Ah, Kau tahu bukan? Cepat atau lambat kegelisahan ini akan segera sampai pada tempatnya. Kebimbangan.
Jangan buat aku berpikir hidup ini tidak berpihak padaku Tuhan, aku mohon .. untuk satu hal itu saja :)
Selasa, 21 Mei 2013
Surat 3
Kepada Sari, kucingku yang hilang
Sari, katanya kau hilang? Aku tak percaya.
Kucing secerdas dirimu tak mungkin hilang, kau sengaja menghilangkan diri kah? Ke mana? Apa yang membuatmu sengaja meninggalkan kedua anakmu dan aku? Aku yang menistakan diri dengan begitu menyayangimu (kukira). Adakah yang salah dengan dirimu? Atau kedua anakmu? Atau lagi-lagi aku?
Sari, kau mungkin salah dengan langkah pergimu meski kau urung lalu kemudian ragu. Tapi pergi telah menciptakan jarak, kau, anak-anakmu dan aku. Aku! Sari, aku mencintai kembang telonmu dan ngeong-mu yang selalu terasa mendayu-dayu. Dan kau meninggalkanku begitu saja. Bahkan sekedar menungguku untuk menatap mata kecoklatanmu pun kau tak mau.
Sabtu, 04 Mei 2013
Surat 2
Kepada Nafilah, diri dalam diriku
Sudah jam berapa ini? Ini sudah dini hari Nafil, kenapa belum juga mengantuk? Ayo lekas tidur, kamu masih ingat kan? besok pagi-pagi benar kamu harus mandi dan siap-siap pergi. Jangan tanya ke mana, langkah kaki tidak selalu menginjak tempat yang indah karena kau mengerti tempat itu sebelumnya. Kan?
Ah, kalau kamu masih juga belum mengantuk, aku temani kamu saja ya.
Apa yang akan kita lakukan atau pikirkan atau diskusikan atau rencanakan dini hari yang kelu ini Nafil? Aku ikuti maumu saja ya? Aku tahu sesekali kamu sangat suka dituruti.
Iya baik jika kamu mau aku mendongeng. Dengar baik-baik ya ceritaku. Aku tak pandai mengulang cerita, jika nanti suatu hari kamu meminta cerita yang sama, aku tak kan bisa melakukannya. Nafil, aku juga sama sepertimu tentang cerita atau sudutpandang. Nafil, aku bisa membacamu, sepertimu padaku. Sudah, dengar-dengarlah dulu aku bercerita yaa ..
Namanya bahagia Fil, kamu tahu kan?
Sudah jam berapa ini? Ini sudah dini hari Nafil, kenapa belum juga mengantuk? Ayo lekas tidur, kamu masih ingat kan? besok pagi-pagi benar kamu harus mandi dan siap-siap pergi. Jangan tanya ke mana, langkah kaki tidak selalu menginjak tempat yang indah karena kau mengerti tempat itu sebelumnya. Kan?
Ah, kalau kamu masih juga belum mengantuk, aku temani kamu saja ya.
Apa yang akan kita lakukan atau pikirkan atau diskusikan atau rencanakan dini hari yang kelu ini Nafil? Aku ikuti maumu saja ya? Aku tahu sesekali kamu sangat suka dituruti.
Iya baik jika kamu mau aku mendongeng. Dengar baik-baik ya ceritaku. Aku tak pandai mengulang cerita, jika nanti suatu hari kamu meminta cerita yang sama, aku tak kan bisa melakukannya. Nafil, aku juga sama sepertimu tentang cerita atau sudutpandang. Nafil, aku bisa membacamu, sepertimu padaku. Sudah, dengar-dengarlah dulu aku bercerita yaa ..
Namanya bahagia Fil, kamu tahu kan?
Ingat? saat-saat pertama kamu bisa naik sepeda lalu seharian penuh kamu tak mau berhenti mengendarainya. Ingat? Saat pertama kamu punya keponakan baru? Ingat? Saat Ibumu pulang dari Jakarta dan membawakanmu sepasang sepatu berwarna biru? Ingat? Ketika kamu pernah ranking 1? Ingat? Ketika, siapa namanya dulu Fil? Anak kecil seusiamu yang rajin mengirimu surat? Aku lupa, sengaja melupakannya, usiamu terlalu kecil dan kamu memang tak peka pada hal-hal begitu kan dulu? Tapi kau bahagia bukan? Ingat? Ketika teman-temanmu memberikan kejutan diulang tahunmu? Ingat? Ketika dia, dia, dia, dan dia mengatakan perasaannya padamu? Namanya bahagia Fil, kamu sudah begitu lancar mengejanya kukira.
Kemudian luka Fil, kamu juga sangat tahu kan?
Suatu hari aku duduk bersama Bapakmu, dan dia berkata "Nanti, kamu lulus kuliah dulu, baru Bapak naik haji." Aku menangis semalaman setelah itu di kamar dengan isak yang tertahan. Perih bukan Fil?
Dihari dan bulan yang jauh-jauh dari air mata itu, seorang sahabat tidak datang ketika kau sangat membutuhkannya. Merasa menghadapi getir sendiri tanpa ada alat peraba. Pada sebuah perjalanan aku menangis, mengelus retak dengan terbata. Luka bukan fil?
Dihari dan bulan yang jauh-jauh dari air mata itu, seorang sahabat tidak datang ketika kau sangat membutuhkannya. Merasa menghadapi getir sendiri tanpa ada alat peraba. Pada sebuah perjalanan aku menangis, mengelus retak dengan terbata. Luka bukan fil?
Pada suatu tahun, hari dan bulan yang lalu. Ketika sebuah stasiun menyaksikan jemariku yang mendingin dan tatapan mataku yang nanar. Sementara seseorang disampingku terlalu sama-sama menderita untuk mengurai kata. Aku diam, menggigit bibir bawahku yang bergetar dan sekuat tenaga menahan laju butiran tangis diujung mata. Sakit bukan Fil? Lalu belajar mengikhlaskan dan diikhlaskan luka.
Lalu, ketika aku belajar cemburu. Membiarkan hatiku yang lama angkuh untuk jujur dan membiarkan dinding kokohnya meluntur perlahan. Perih bukan Fil? Aku sekarang tahu kenapa diriku dulu membentuk diri menjadi begitu jumawa, karena memang sangat luka cemburu itu. Bukan begitu Fil? Jujurlah pada dirimu sendiri, seperti dongengku malam ini.
Nafil, aku mau bercerita banyak padamu malam ini. Masihkah telingamu mendengarkanku? bukankah kamu selalu mengaku pandai mendengarkan? Kenapa seringkali tidak padaku? Padahal aku bagian darimu Fil, Pelengkap keutuhanmu.
Nafil, satu hal yang ingin kukatakan padamu. Kau ingat bukan tentang guru bahasamu ketika SMP dulu? Iya, dia yang berkepala botak. Fil, kenapa kamu mulai melepas yang ingin kamu genggam erat? Kamu ingat Bapak itu pernah berkata, "Nafil, Bapak suka cita-citamu. Ah, bukan suka namanya tapi percaya. Tapi jangan mudah lelah, apalagi bosan."
Nafil, kamu sedang apa sekarang?
Lihat tanganmu dan teliti apa saja yang sudah hilang dari sana?
Kamu masih tak melihat Fil?
Kukira kamu mulai buta ..
Kamis, 18 April 2013
Surat
Kepada sahabatku, Tri Nurani
Ran, berapa umurmu tahun ini? 22 tahun kah? 23 tahun kah? Haha, begitu cepatnya waktu merambat menelan usia-usia kita begitu saja. Tidak ada yang tidak menjadi usang bukan? Kecuali lahir terus menerus. Sedang apa kau di sana? Lelah pada hari-hari kah? Atau terlalu sibuk bahagia? Ah, apapun itu Ran.
Hari ini tiba-tiba aku diserang rindu padamu. Pada masa-masa putih biru yang menyekat kita pada dunia ambigu yang lucu. Hah, aku rindu bersepeda jauh-jauh, atau, melihat nilai-nilaimu yang selalu sepuluh. Iri betul aku padamu Ran. Rambut keritingmu itu, melindungi otak yang selalu saja membuat aku ingin sepertimu. Waktu itu, ketika nilai-nilai sekolah adalah kebanggaan bocah-bocah lugu seperti aku dan kamu.
Aku rindu pada waktu-waktu itu. Ketika kita menjadi kanak-kanak tanpa banyak logika. Tidak ada lelah atau menyerah. Semua adalah petualangan tanpa banyak gugatan penuntutan. Semua adalah kemasan tawa tanpa tanda kadaluarsa. Dulu, bukankah begitu Ran? Meski aku tahu, matamu selalu menyimpan entah apa itu. Yang sering membuatku merasa kau tengah tak di sana, bersama tawa yang kadang kurasa kau mati rasa.
Hari-hari itu Ran, hari-hari di mana kita menuju dewasa dengan tergesa. Seolah kedewasaan adalah surga dan kanak-kanak itu memalukan. Aku menyesal. Aku rindu sekali Ran. Pada kantin sekolah, pada bangku-bangku kelas, pada remidi ulangan fisika, pada guru Sejarah yang galak, pada mushola di sekolahan, pada sahabat-sahabat kita, Diaz, Nila dan Fani. Semua nampak mengejarku, seperti menarik ribuan helai takdirku untuk kembali ke sana. Entah menemui apa ..
Waktu ternyata memang sangat mengerikan. Ia merenggut tawa bocah kita dan mengubahnya menjadi kedewasaan yang memuakkan. Pada Nila dan Diaz. Tiba-tiba kita menjadi begitu berubah. Seolah-olah modernitas membuat kita menjadi begitu najis pada kebersamaan. Ran, aku telah terlalu muak tapi aku kelu pada rindu ..
Tentang kematian Ran ..
Aku tahu kau lebih bersahabat dengannya ketimbang aku. Waktu itu, ketika tubuhmu bergetar saat perempuan yang mengandungmu 9 bulan berbalut kain kafan, aku hanya mampu bisu. Di sana, puluhan pelayat berbela sungkawa dan mengelus kepalamu. Kau masih tidak menangis. ran, begitu kuatkah hatimu? Atau begitu hebat kah kau bersembunyi?
Kematian, lagi, ketika ia menyapa Fani dan membawanya. Itu pertama kalinya aku mengenal luka Ran, sementara kau jauh lebihh dulu kenal. Diusia semuda itu, aku tak mengerti kenapa kematian menjadi begitu aku takutkan. Lalu kini aku mengerti, bagaimana baik Tuhan tak mengenalkan pada Fani dunia yang merenggut kita sekarang. Begitu baik tuhan hingga Fani tak perlu hanya demi anu atau atas nama anu harus begini dan begitu. seperti yang kita jalani sekarang, bukan begitu kah Ran???
Selamat sore Rani, sahabatku, ini surat pertamaku yang entah sampai atau tidak padamu ..
Di sini gerimis Ran, sementara hatiku telah lebih dulu banjir .. :)))
Ran, berapa umurmu tahun ini? 22 tahun kah? 23 tahun kah? Haha, begitu cepatnya waktu merambat menelan usia-usia kita begitu saja. Tidak ada yang tidak menjadi usang bukan? Kecuali lahir terus menerus. Sedang apa kau di sana? Lelah pada hari-hari kah? Atau terlalu sibuk bahagia? Ah, apapun itu Ran.
Hari ini tiba-tiba aku diserang rindu padamu. Pada masa-masa putih biru yang menyekat kita pada dunia ambigu yang lucu. Hah, aku rindu bersepeda jauh-jauh, atau, melihat nilai-nilaimu yang selalu sepuluh. Iri betul aku padamu Ran. Rambut keritingmu itu, melindungi otak yang selalu saja membuat aku ingin sepertimu. Waktu itu, ketika nilai-nilai sekolah adalah kebanggaan bocah-bocah lugu seperti aku dan kamu.
Aku rindu pada waktu-waktu itu. Ketika kita menjadi kanak-kanak tanpa banyak logika. Tidak ada lelah atau menyerah. Semua adalah petualangan tanpa banyak gugatan penuntutan. Semua adalah kemasan tawa tanpa tanda kadaluarsa. Dulu, bukankah begitu Ran? Meski aku tahu, matamu selalu menyimpan entah apa itu. Yang sering membuatku merasa kau tengah tak di sana, bersama tawa yang kadang kurasa kau mati rasa.
Hari-hari itu Ran, hari-hari di mana kita menuju dewasa dengan tergesa. Seolah kedewasaan adalah surga dan kanak-kanak itu memalukan. Aku menyesal. Aku rindu sekali Ran. Pada kantin sekolah, pada bangku-bangku kelas, pada remidi ulangan fisika, pada guru Sejarah yang galak, pada mushola di sekolahan, pada sahabat-sahabat kita, Diaz, Nila dan Fani. Semua nampak mengejarku, seperti menarik ribuan helai takdirku untuk kembali ke sana. Entah menemui apa ..
Waktu ternyata memang sangat mengerikan. Ia merenggut tawa bocah kita dan mengubahnya menjadi kedewasaan yang memuakkan. Pada Nila dan Diaz. Tiba-tiba kita menjadi begitu berubah. Seolah-olah modernitas membuat kita menjadi begitu najis pada kebersamaan. Ran, aku telah terlalu muak tapi aku kelu pada rindu ..
Tentang kematian Ran ..
Aku tahu kau lebih bersahabat dengannya ketimbang aku. Waktu itu, ketika tubuhmu bergetar saat perempuan yang mengandungmu 9 bulan berbalut kain kafan, aku hanya mampu bisu. Di sana, puluhan pelayat berbela sungkawa dan mengelus kepalamu. Kau masih tidak menangis. ran, begitu kuatkah hatimu? Atau begitu hebat kah kau bersembunyi?
Kematian, lagi, ketika ia menyapa Fani dan membawanya. Itu pertama kalinya aku mengenal luka Ran, sementara kau jauh lebihh dulu kenal. Diusia semuda itu, aku tak mengerti kenapa kematian menjadi begitu aku takutkan. Lalu kini aku mengerti, bagaimana baik Tuhan tak mengenalkan pada Fani dunia yang merenggut kita sekarang. Begitu baik tuhan hingga Fani tak perlu hanya demi anu atau atas nama anu harus begini dan begitu. seperti yang kita jalani sekarang, bukan begitu kah Ran???
Selamat sore Rani, sahabatku, ini surat pertamaku yang entah sampai atau tidak padamu ..
Di sini gerimis Ran, sementara hatiku telah lebih dulu banjir .. :)))
Senin, 08 April 2013
PINTU
Telah kutitipkan padamu
Lewat dinding kamar yang dingin juga sepi
Gumpalan-gumpalan cerita
Dan garis-garis temaram
Hari ini,
Ribuan hektar pelangi hampir jatuh di kamarku
Lewat matamu,
Disekat jeda semua mendadak bisu
Ah,
Di
pintu kamarku kau mengetuk-ngetuk namanya.
Sayang, kau tahu telah lama bulan purnama tak jatuh di halaman rumahku
Atau padang ilalang yang menjelma gurun pasir di belakang rumahku
Semua terasa begitu asing
Di sini, hujan tak ada di bulan Juni atau Juli
Tapi entah, dibalik pintu kamarku ..
Mungkin nanti bisa kau dengar rapat tetesnya,
atau kau raba basahnya ..
Mungkin, nanti ..
Selasa, 26 Maret 2013
Sesudah Membaca Puisimu
Seekor ulat bulu menggeliat resah terkena sinar matahari dan cacing tanah sembunyi baik-baik di dalam tanah yang lembab.
Selepas subuh beberapa jangrik sengaja bersuara menggoda beberapa bayi mungil agar merengek susu ibunya.
Setumpuk jajanan di pasar tergeletak pasrah sementara beberapa orang gila berjalan tanpa mengerti utara atau timur.
Seikat seruni di kematian seorang perempuan masih lebih wangi dibanding sejuntai tangis pengantar kepiluan.
Sepasang mata kucing memicing menatap seonggok daging dan burung-burung ramai berkicauan.
Sebotol minuman pengantar tidur, bukan berarti habis ketika bangun menyapa.
Sudah berapa kali aku menjadi begitu menyebalkan????
Selepas subuh beberapa jangrik sengaja bersuara menggoda beberapa bayi mungil agar merengek susu ibunya.
Setumpuk jajanan di pasar tergeletak pasrah sementara beberapa orang gila berjalan tanpa mengerti utara atau timur.
Seikat seruni di kematian seorang perempuan masih lebih wangi dibanding sejuntai tangis pengantar kepiluan.
Sepasang mata kucing memicing menatap seonggok daging dan burung-burung ramai berkicauan.
Sebotol minuman pengantar tidur, bukan berarti habis ketika bangun menyapa.
Sudah berapa kali aku menjadi begitu menyebalkan????
Rabu, 20 Maret 2013
Jogjakarta-Solo
Diantara berpasang-pasang mata burung gereja,
lambaian pohon cemara,
dan kursi usang di beranda Santa Maria
seorang gadis dengan gelisah memainkan ujung jilbabnya
Bukan tabrakan angin yang terlalu kencang
atau jalan Jogjakarta-Solo yang tak ramah
tak ada yang berubah
kecuali beberapa lubang tanda luka
Hidup hanya menunda kekalahan kata Chairil
sedang kita terus menunda perpisahan, katamu
Ujung jilbabnya telah sedikit basah
dan burung-burung gereja saling berbisik
lalu terbang tanpa berani menoleh lagi
Solo, dikayuh resah aku menujunya.
Huruf-huruf-mu
Aku telah berjanji, pada tetes-tetes embun pagi
aku tak akan menangis
bila kau eja huruf-huruf berlarian di saku celanamu
lalu katamu, aku lupa pada janji
sementara huruf-hurufmu telah menjadi kalimat-kalimat pragmatik
Bacakan padaku semua!!
semua yang kau punya.
Kau baca dengan gamblang semua kalimatmu
tanpa jeda, tanpa koma
kau baca dan aku menganga
Kau baca dengan begitu jumawa
Sementara aku,
mengeja luka dengan terbata..
aku tak akan menangis
bila kau eja huruf-huruf berlarian di saku celanamu
lalu katamu, aku lupa pada janji
sementara huruf-hurufmu telah menjadi kalimat-kalimat pragmatik
Bacakan padaku semua!!
semua yang kau punya.
Kau baca dengan gamblang semua kalimatmu
tanpa jeda, tanpa koma
kau baca dan aku menganga
Kau baca dengan begitu jumawa
Sementara aku,
mengeja luka dengan terbata..
Rabu, 30 Januari 2013
What The PUUKK
Masih ingat sama kata-kata begini : "Wah, sekarang kamu menjadi lain ya?"
Aku heran, apa sekarang aku mendadak menjjadi Sailor Moon?? atau sekarang rupaku sudah mirip Merlin Monroe?? Atau jangan-jangan isi kepalaku mendadak Habibie?? Pelisss, aku masihh Napil yang mutlak unyu !!!
--> Apa harus aku nerangin teori perubahan? Ah, itu sudah jadi update-an di mana-mana. Sudah jadi alibi yang basi. Semua dewasa mengerti bagaimana perubahan pasti mengikuti setiap orang. Kalo ada orang di dunia ini yang selalu sama diberbagai waktu berbeda aku percaya bahwa dia gila.
Atau mungkin beberapa orang terlalu mengharap aku menjadi apa yang sesuai dikepala mereka, sampai kadang keluar kalimat : "wah, kamu sejak kapan "begini"?" atau "Kamu sekarang jadi begitu ya?"
Hadeh, kadang bingung harus menjawab apa atau berekspresi seperti apa. Atau kalau pertanyaan-pertanyaan retoris seperti itu terlalu berulang kali terulang dari mulut yang sama, kadang, aku ingin melempar si penanya dengan apapun barang tumpul di muka bumi. #Upssss, soryy, lebay yang tadi. Lebih banyak biasa aja sih, ya, sedikit menggerutu kadang. Heran karena beberapa orang tidak siap dengan perubahan. Terus guweh harus gemana getooo?????
--> ini bbukan percobaan pembelaan diri, tapi buat apa aku tegaskan?? Iya, ini percobaan pembelaan diri. atau aku bingung jalan mana yang harus aku terangkan agar pertanyaan-pertanyaan semacam tadi tidak terlontar.
Hahahhahaha ...
Persepsi lagi, persepsi lagi. Tidak mencoba membohongi diri sendiri bahwa kadang persepsi terlalu menyudutkan. Dan terlalu sering menuntut lebih mungkin. Ayolah,, hidup sendiri itu tidak mungkin, hidup tanpa persepsi itu mustahil tapii .. tapii .. tapi ya kudu dijalani ..
Tenang saja ya kalian-kalian yang sangat perhatian padaku. Aku mendengarkan kok, cuma kadang bagaimana ya aku menjelaskannya, agak susah. Kadang seseorang memiliki ukuran sendiri tentang bagaimana sewajarnya perubahan mengikuti mereka. Atau kadang (aku) memilih berubah dengan berbagai macam buntut yang kurang aku pikirkan. Ini bukan pernyataan penolakan pada persepsi dan pendapat. Ini hanya sebatas sedikit sudut pandang ..
Kamis, 17 Januari 2013
Bagaimana ??
Jam Empat pagi ..
Aku tidak mengerti, menjelaskan pun rasanya hanya akan menjadi sebuah ketidakperluan .. karena kau tak pernah bertanya ..
Tapi.
Aku (pikir) kau salah memahami ..
Aku (harap) kau mau membuka matamu, atau sekedar mencoba menafsirkan lebih luas ..
Aku sudah mencoba membahasakan dengan cara yang paling halus ..
Dan masalah (lagi) persepsi memang urusanmu ..
Selamat pagi
Kepadamu, (yakin), kali ini jelas kepadamu ..
Yang entah dengan bahasa apa lagi bisa kubuat mengerti ..
Yang entah dengan tanda apa lagi bisa merasakan ..
Aku (begini) padamu ..
Selamat pagi ..
Aku tidak mengerti, menjelaskan pun rasanya hanya akan menjadi sebuah ketidakperluan .. karena kau tak pernah bertanya ..
Tapi.
Aku (pikir) kau salah memahami ..
Aku (harap) kau mau membuka matamu, atau sekedar mencoba menafsirkan lebih luas ..
Aku sudah mencoba membahasakan dengan cara yang paling halus ..
Dan masalah (lagi) persepsi memang urusanmu ..
Selamat pagi
Kepadamu, (yakin), kali ini jelas kepadamu ..
Yang entah dengan bahasa apa lagi bisa kubuat mengerti ..
Yang entah dengan tanda apa lagi bisa merasakan ..
Aku (begini) padamu ..
Selamat pagi ..
Selasa, 08 Januari 2013
Jam 3 Pagi Paling Sial
Saya kira saya mengidap sebuah penyakit, mulai tumbuh entah kapan dikepala saya. Dan saya tidak suka dengan penyakit saya ini, dia menggerogoti sistem yang sudah ada sebelumnya. Saya terlalu bingung menjelaskan jenis penyakit saya. Tapi, saya toh tidak harus menjelaskan apa penyakit saya ini. Apa pentingnya? begitulah kira-kira penyakit saya, penyimpulan pada sesuatu yang seringkali sangat egois dan buru-buru. Memastikan dan tidak memastikan suatu hal sekehendak saya dan penginterpretasian yang busuk. Hey diri saya, kenapa kamu??????
***
Aku tidak ingin mengecewakan beberapa hal yang mestinya tidak perlu dikecewakan. Aku berada atau tidak berada di sana adalah sebuah rangkaian kejadian dengan alasan-alasan yang (aku) tentunya ikut andil didalamnya. Aku tidak mau mengurung diriku dalam persepsi gila yang munculnya datang dan pergi. Aku kenapa? Atau kenapa aku?
Sudah jam 3 pagi dan aku belum bisa tidur. memang biasanya pun sulit tidur. Aku sudah lama tidak menulis, lama tidak membaca, lama tidak autis, lama tidak berfikir luas, lama menjadi sempit, lama termonoton oleh sudut pandang dan lama tak sadar. Dan aku dikepung kegelisahan yang entah dari mana saja datangnya.
Bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjadi atau tidak menjadi, untuk memilih atau tidak memilih, untuk terada atau tak terada. Lalu kenapa aku mengecewakan yang (setiap orang) berhak berada di jalur yang mana? Aku sedang gila, itu saja mungkin.
***
Saya mudah curiga, mudah teromabang-ambing dan saya labil. Saya belum habis menghabiskan sebatang rokok yang saya sedari tadi pun malas menghisapnya. Saya mau bercerita pada sepasang telinga yang entah di mana letaknya, lalu tiba-tiba saya menjadi sangat sedih. Saya kira, saya salah mengira. Lalu saya ingat tentang tulisan, saya mau menulis saja. Meskipun produk yang begini pasti akan lahir dengan sangat asal-asalan. Apa masalahnya? Tidak ada hei Saya!!!
***
Harusnya aku ingat kata-kataku sendiri bahwa hidup tanpa ada kebencian pada orang lain itu seksi. Ah, betapa tidak seksinya aku. bentukku mungkin sudah begitu tak menyenangkan dilihat dari mana pun kalau isi kepalaku begini. Aku mulai menyalahkan kepalaku, di sana tumbuh ketidak sopanan pola pikir. Aku mau sembunyi saja dari kepalaku, tapi ke mana????
Aku kecewa pada Dia 1 tanpa alasan yang jelas. Aku mengecewakan sikapnya, mengecewakan kata-katanya, mengecewakan entah apa sebenarnya. Padahal Dia 1 sebenarnya pun tak mengerti kenapa aku harus kecewa. Hei, bagaimana mungkin aku bisa mendikte persepsi??
Aku kecewa juga pada Dia 2, kali ini aku pikir aku memiliki alasan yang kuat. alasan 1 dan alasan 2 aku kemukakan lalu muncul pertanyaan. Kenapa aku jadi begitu mudah kecewa padahal setiap orang dibatasi dinding-dinding keterbatasan mereka sendiri. Bukankah begitu juga denganku? Ahh..
***
Saya pikir, dengan atau tidak dengan saya berusaha sekuat tenaga mengeja yang sebenarnya terjadi semuanya akan menjadi jelas sendiri. Saya kira, pada akhirnya, saya akan segera paham tentang bagaimana kepala saya dan dunia disekitarnya. Saya rasa, sebenarya, saya ini terlalu berusaha seluas mungkin tanpa memperhitungkan dengan tepat. Saya sudah cukup mengerti. Jam setengah 4 pagi. Saya sedang berada dititik seperti ini, belajar, bukan begitu namanya?
***
Selamat pagi ..
Entah kepada apa, entah kepada siapa
mungkin pada kegelisahan
mungkin kepadaku yang dihantam jemu
atau mungkin kepadamu yang dipukul semu
Selamat pagi ..
Bukankah pagi masih selalu begini
menjadi jarak yang nyata
bahwa siang dan malam itu berbeda
menjadi penegas yang jujur
bahwa pekat dan terang itu berseberangan ..
Selamat pagi ..
Kepada burung, kucing, semut, kecoa, lintah, ikan, ayam
kepada bayam, kangkung, kubis, terong
kepada tanah, pasir, batu, kapur
kepada kertas, kepada tinta
kepada coretan-coretan
Selamat pagi ..
Kepadamu yang mungkin akan terlambat tahu ....
Kamis, 03 Januari 2013
ANALOGI ..
Jika dengan mengatakan "aku lupa", maka aku akan benar-benar melupakannya pasti aku telah mengatakannya,, jauh sebelum kamu mengisyaratkannya ..
***
Seperti biasanya tiap pagi aku membangunkanmu, hari ini aku menyapamu meski tak sama seperti biasanya. Biasanya? Apa ada yang salah dengan kebiasaan yang aku berikan. Di mana letak salahnya? Aku rindu membangunkanmu, rindu mengingatkanmu ini itu, rindu sedikit memarahimu. Sementara kamu merasa mulai menyukai kehilangan kebiasaan itu. Ah kamu, adakah yang salah dengan kebiasaan yang menyamankan aku? Aku tak mengerti.
Coba saja kamu sedikit membuka matamu, bukan, hatimu itu. sudah berapa jauh aku mencoba menyelaminya? meskipun aku terdampar kemudiam. Kamu, padamu aku berlayar meski tak pernah sampai tujuan. Dan coba saja kamu tahu bahwa aku masih begitu berharap ada sedikit yang tersisa dari pelayaranku di sana. Semua jadi begitu semu, dan lama-lama menjadi benar-benar tak ada.
Aku akan berhenti mengemis, lupa caranya meminta agar kamu mengerti. Aku telah lama berhenti merintih, telah mulai lupa caranya mengiba. sementara kamu semakin jauh saja dalam perjalananmu. Apa lagi? Apa lagi yang tak kuberi hingga dalam setiap cerita kita selalu tersisa jeda yang kamu sesalkan? Sungguh, aku tak mengerti.
***
Jika dengan melupakanmu aku akan kembali menjdi diriku yang dulu ... yang tak pernah belajar mencintaimu ...
***
"Apa aku kurang mengalah?"
"Tidak,"
"Apa aku kurang mengerti?"
"Bukan itu,"
"Lalu kenapa denganku?"
"Aku tidak mengerti, hanya saja mungkin harus begini."
Tidakkah kamu tahu bagaimana rasanya menjadi aku? Bagaimana rasanya mendengar itu dari mulutmu? Kamu tak tahu, kamu tak tahu bagaimana kesendiriannya menjadi aku. Kamu tidak akan mengerti karena disekelilingmu hanya ada ramai. Bukan seperti di sini, kamu tak akan pernah mengerti !!
***
Jika saja dengan tak melihatmu menghapus yang lalu, yang berlalu, yang terlalu .. aku, aku yang tak bisa menjadi jika ...
GEK BERSAMBUNG DIL, RUNG ISO TAK RAMPUNGKE... SESUK MANEH ..
Langganan:
Postingan (Atom)